BEKAL PERJALANAN

BEKAL PERJALANAN

#UmrahSyiarNovember2023

 

BEKAL PERJALANAN

(Catatan Perjalanan – Bagian 1)

 

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor/Jamaah Umrah Syiar Travel November 2023)

 

BANYAK Muslim pernah melakukan perjalanan jauh dan panjang. Seperti melakukan safar ke luar negeri. Misalnya saja untuk melakukan haji atau umrah. Alhamdulillah, tahadduts bin-ni’mah, saya sendiri baru pertama kali melaksanakan kegiatan umrah, pada bulan November 2023 ini.

Bagi sebagian orang, terutama yang sudah berkali-kali umrah, setiap perjalanan umrah pasti meninggalkan kesan yang berbeda-beda. Namun, yang pasti, bagi siapapun yang umrah untuk pertama kalinya kesannya pasti sama: Luar biasa! Allahu Akbar!

Ini juga yang saya rasakan. Apalagi dengan menggunakan salah satu jasa travel terbaik di Indonesia: Syiar Travel Umrah dan Haji. Para pembimbingnya luar biasa. Muthawwif-nya gesit, lincah, tangkas, berani, tegas, tapi lucu. Juga yang pasti sangat amanah dan bertanggung jawab. Pelayananan Syiar Travel juga amat memuaskan. Tentu dengan segala fasilitas yang istimewa.

Namun demikian, tulisan bersambung ini (insya Allah) tidak dalam rangka meng-endorse “Syiar” (sebagai travel umrah dan haji), namun demi “meng-endorse syiar dalam makna yang sebenarnya, yakni: syiar Islam. Kalaupun via tulisan ini Syiar Travel Umrah dan Haji pimpinan sahabat saya  Gus Uwik, ini makin terkenal, ya Alhamdulillah. Berarti Syiar Travel makin berkah. Aamiin.

***

Pembaca yang budiman, khususnya  Alumni Jamaah Umrah  Syiar Travel November 2023, siapapun yang akan menempuh perjalanan (safar), apalagi perjalanan jauh, lama dan melelahkan, tentu akan melakukan banyak persiapan. Apalagi jika perjalanan jauh dan lama tersebut baru dilakukan untuk pertama kalinya.

Upaya mempersiapkan bekal untuk perjalanan jauh dan lama kadang dilakukan jauh-jauh hari. Untuk perjalanan ibadah haji yang rata-rata cuma sebulan saja, persiapannya bisa berbulan-bulan. Bahkan persiapan tersebut bisa bertahun-tahun kalau memperhitungkan faktor lain. Misalnya, karena harus menabung selama puluhan tahun sampai bisa memenuhi segala biaya/ongkos perjalanan ke Tanah Suci.

Saking tak ingin ada yang ketinggalan, sebelum safar, sering setiap item perbekalan dicatat dan dicek ulang. Tak terbayangkan, misalnya, kalau pas berangkat untuk menunaikan haji atau umrah, pas sudah sampai di bandara, paspor atau visa ternyata tertinggal di rumah. Mana rumahnya jauh di luar kota, sementara waktu pun sudah sangat sempit. Tak akan cukup untuk mengambil surat yang sangat penting tersebut. Alhasil, rencana perjalanan haji pun bisa gagal. Yang ada tinggal penyesalan yang amat dalam. Bayangan bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci dan memandang Ka’bah secara langsung pun kandas.

Karena itu sudah pasti setiap calon jemaah haji atau umrah akan memastikan—bahkan berkali-kali—halhal penting untuk dibawa. Jangan sampai ada satu pun yang tertinggal. Demikianlah, setiap orang yang akan melakukan safar/perjalanan jauh—seperti ibadah haji atau umrah—benar-benar akan mempersiapkan bekal secara sungguh-sungguh dan optimal.

***

Itu hanya berkaitan dengan perjalanan/safar di dunia, seperti ibadah haji atau umrah, yang sangat singkat. Segala perbekalan benar-benar dipersiapkan dengan sungguh-sungguh dan optimal.

Pertanyaannya: Pernahkah kita membayangkan, bagaimana dengan “perjalanan” yang sangat jauh, sangat lama dan sangat panjang; yakni perjalanan menuju akhirat? Sebuah perjalanan pasca kematian yang satu harinya sama dengan seribu tahun? Demikian sebagaimana firman Allah SWT:

 

وَإِ ن  يَوْمً ا عِن دَ رَبِّكَ   كَأَلْفِ  سَنَ ة  مِّ م ا تَعُدُّونَ

Sungguh satu hari (di akhirat) di sisi Allah setara dengan seribu tahun (di dunia) menurut perhitungan kalian (QS al-Hajj: 47).

Apakah setiap Muslim benar-benar dan sungguh-sungguh mempersiapkan bekal secara optimal untuk melakukan perjalanan menuju Allah SWT di akhirat kelak yang amat panjang tersebut? Rasa-rasanya tidak semuanya. Bahkan mungkin hanya sebagian kecil yang benar-benar mempersiapkan bekal untuk perjalanan akhiratnya. Apa bekal untuk perjalanan akhirat? Tidak lain adalah takwa. Bahkan takwa adalah satu-satunya bekal terbaik (khayr zaad) dalam perjalanan panjang menuju Allah SWT. Allah SWT berfirman:

 

وَتَزَ ودُوْ ا فَاِ ن  خَ  يَْ ال    زا دِ التقْوٰ ى وَاتقُوْنِ  يٰٰٓاُولِ  الَْْلْبَابِ

Berbekallah kalian karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Karena itu bertakwalah kalian kepada Diri-Ku, wahai orang-orang yang berakal (QS al-Baqarah [2]: 197).

Ya, satu-satunya bekal menuju surga-Nya di akhirat adalah takwa. Bukan harta, kecuali yang disedekahkan/diinfakkan atau diwakafkan. Bukan jabatan, kecuali yang digunakan untuk kemaslahatan orang banyak. Bukan kekuasaan, kecuali yang diemban dengan amanah untuk melayani segala urusan/kepentingan umat, menegakkan syariah-Nya, menolong agama-Nya, serta mengemban dakwah dan jihad fi sabillah.

Di sinilah masalahnya. Banyak orang yang ternyata tidak benar-benar mempersiapkan bekal untuk menuju surga-Nya. Saat seseorang di akhirat nanti tidak membawa takwa (karena di dunia hanya sedikit melakukan amal-amal shalih dan malah melakukan banyak dosa), alamat dia akan gagal masuk surga. Saat itulah, banyak orang—yang telah mati—akan benar-benar menyesal. Sebabnya, saat mati, ia baru benar-benar menyadari, amal-amal yang dia lakukan saat di dunia amat sedikit, sementara dosa-dosa yang dia perbuat begitu banyak.

Saat demikian, ia benar-benar berangan-angan ingin kembali ke dunia. Ingin hidup kembali meski hanya sesaat. Untuk apa? Tentu untuk bisa bertobat sekaligus bersungguh-sungguh taat. Demikian sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahulLaah:

 

أَ ن  الْمَوْ تَ   كُلَّهُمْ  يَتَمَ نوْنَ  حَيَا ة  سَاعَة لِيَتُوْبُوْ ا فِيْهَا ، وَيَجْتَهِدُوْ ا   فِِ ال طاعَةِ، وَ لَْ سَبِيْلَ  لَهُمْ  إِ لَ ذَلِكَ

Sungguh kebanyakan orang-orang yang telah diwafatkan berangan-angan bisa hidup kembali meski hanya sesaat saja agar bisa bertobat dan bersungguh-sungguh melakukan ketaatan. Padahal hal demikian adalah mustahil bagi mereka (Ibnu Rajab, Lathaa’if al-Ma’aarif, hlm. 727).

Mengapa tobat? Sebabnya, surga tentu hanya akan dimasuki oleh orang-orang yang  suci dari dosa. Karena itu kata-kata Imam Ibnu al-Jauzi rahimahullLaah patut kita renungkan. Kata beliau:

 

يَ ا طَالِبَ  الْجَ نةِ، أُخْرِجَ  أَبُوْكَ  آَدَ مُ مِنْهَ ا بِذَنْ ب  وَاحِ  د أَتَطْمَعُ   فِِ  دُخُوْلِه اَ بِذُنُوْ  ب لَمْ  تَتُبْ  عَنْهَا؟

Wahai engkau yang mengejar surga, sungguh Bapak kalian, Adam as., telah dikeluarkan dari surga hanya karena satu dosa. Lalu pantaskah engkau berambisi masuk ke dalam surga dengan membawa banyak dosa yang tidak segera engkau tobati?! (Ibnu al-Jauziy, At-Tabshirah, 1/326).

Karena itu orang yang bertakwa akan banyak bertobat. Ia pun tak pernah menunda-nunda tobat. Sebabnya, ia menyadari kematian datang selalu tiba-tiba. Tak pernah menunggu-nunggu orang untuk bertobat lebih dulu. Karena itu benar apa yang dinasihatkan oleh Lukmanul Hakim kepada putranya, “Nak, janganlah engkau menunda-nunda tobat karena sungguh kematian itu datang tiba-tiba.” (AlBaihaqi, Tahdziib az-Zuhd al-Kabiir, hlm. 137).

 

Karena itulah, kata Imam Ibnu Rajab al-Hanbali:

 

تأخ  ي ال توْبَةِ   فِِ  حَالِ  ال شبَا بِ قَبِيْحٌ ، فَ فِِ  حَالِ  الْمَشِيْبِ  أَقْبَحُ  وَأَقْبَحُ

“Menunda-nunda tobat saat usia muda itu sangat buruk.  Jauh lebih buruk lagi menunda-nunda tobat saat usia sudah tua.” (Ibnu Rajab, Lathaa’if al-Ma’aarif, hlm. 737).

Setelah tobat, berikutnya adalah berusaha selalu taat. Mengapa? Tidak lain karena hanya orang yang taat—dengan melakukan semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya—yang pantas masuk surga. Karena itu benar apa yang dinyatakan oleh Malik bin Dinar ra.:

 

اِتخِ ذْ طَاعَة الله تِجَارَة  تَأْتِكَ  اْلأَرْباحُ  مِنْ  غَ  يِ بِضَاعَ  ة

“Jadikanlah ketaatan kepada Allah sebagai perniagaan (bisnis) yang mendatangkan laba/keuntungan (di akhirat kelak) tanpa (harus menjual) barang dagangan.” (Ibnu Hibban, Rawdhah al-Uqalaa, hlm. 63).

Banyak bertobat dan selalu berusaha taat kepada Allah SWT itulah ciri orang yang bertakwa. Tinggal bagaimana agar takwa itu selalu dibawa—di manapun, kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun— hingga ajal menjemput setiap manusia.

Semoga saja kita diberi taufik oleh Allah SWT untuk selalu bersungguh-sungguh dan bekerja keras mempersiapkan bekal takwa, demi sebuah perjalanan panjang di akhirat kelak. Sebabnya, hanya dengan bekal takwalah kita akan bisa memasuki surga-Nya.

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah. []

 

(Dalam perjalanan di atas bis dari Makkah menuju Jeddah, Sabtu 25/11/2023).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *